Kemampuan literasi yang bagus dapat mengantarkan pada kehidupan yang lebih baik. Seperti halnya fondasi kehidupan yang menuntun arah hidup seseorang, tentu dimulai dari kemampuan mengambil keputusan. Siapa sangka, kemampuan dasar tersebut bisa dilatih lewat literasi.
Itulah yang dipegang teguh oleh Mitri Komalasari, seorang inisiator Klub Literasi Cilacap, di tahun 2022. Melalui Klub Literasi Cilacap, Mitri ingin mengajak kawan literasi untuk memulai hidup yang berkesadaran. Punya pendirian dan tahu alasan mengapa memilih suatu hal.
Hidup adalah sebuah pilihan, bukan? Bahkan, sesederhana memilih makanan apa untuk siang nanti. Mitri ingin, melalui literasi, seseorang dapat menentukan pilihannya sendiri.
Muncul dari Keresahan

Terbentuknya Klub Literasi Cilacap ternyata bermula dari keresahan. Resah itu hadir ketika Mitri sebagai seorang pendidik di masa pandemi COVID-19. Ia menuturkan, saat pembelajaran berlangsung secara daring, banyak orang tua kebingungan memahami tugas sekolah anak-anak meskipun sudah ditulis ketentuannya secara lengkap.
Situasi itu membuat Mitri semakin yakin bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca, tetapi juga keterampilan memahami kehidupan.
“…waktu itu pandemi. Itu semua (aktivitas) back online, kan. sampai pelajaran anak-anak sekolah (juga) back online. Nah, disitu ada keluhan dari wali kelas yang mengatakan; ini tugas udah ditulis seperti ini itu, tapi ada wali murid yang masih bertanya, ‘Ini gimana maksudnya?’ Karena kita terbiasa bertanya sebelum memahami dulu, wah terasa sekali (perjuangannya).”kenangnya. Dari situlah, Mitri bertekad untuk berjuang melalui literasi.
Dirinya memilih jalur literasi, membaca, sebagai sarana untuk melatih kesabaran. Karena, literasi mengajarkan untuk berproses. Seperti misalnya perbedaan untuk memahami alur cerita melalui membaca atau menonton.
Dengan membaca, analoginya, seseorang perlu membaca 50 halaman dulu baru kemudian menangkap pesan tiap adegannya. Sedangkan menonton, hanya perlu (mungkin) beberapa menit saja untuk mencapai adegan yang sama dari bacaan tersebut.
Tidak Ada yang Instan
Mitri menilai, kebiasaan anak-anak muda yaitu ingin mencapai sesuatu secara instan. Ingin viral, ingin dikenal, ingin berhasil dengan cepat. Padahal, sesuatu yang viral pun pasti memerlukan proses. Aksi.
Ngomong-ngomong tentang instan dan proses, ingin makan mie instan saja ada prosesnya. Meskipun namanya ‘mie instan’, namun tetap harus memasaknya (proses) terlebih dahulu. Tidak asal cling, langsung tersedia mie instan—matang yang bisa langsung konsumsi—tanpa berusaha. Maka dari itu, ia ingin mengembalikan ‘kesadaran’ kepada kawan literasi bahwa segala hal pasti butuh proses dan semua orang tidak berasal dari titik awal yang sama.
Dengan kesadaran itulah, harapannya bisa mengantarkan diri pada kemampuan untuk tidak membandingkan proses hidup sendiri dengan hidup orang lain. Proses tersebut tentunya membutuhkan proses tersebut tentunya membutuhkan kesabaran, konsekuensi, serta daya juang agar tujuan bisa tercapai.
Menjaga Konsistensi
Perjalanan membersamai Klub Literasi Cilacap tidak selalu mulus. Tantangannya ada di niat dan konsistensi. Konsisten untuk menjalankan setiap program, berapapun jumlah peserta yang hadir.
Bahkan, Mitri pun pernah merasa baper jika peserta yang hadir berjumlah sedikit atau kadang hanya satu orang yang hadir di kegiatan. Namun, alih-alih menyerah, Mitri menjadikannya sebagai motivasi.
“Jika ada peserta meskipun 1 yang hadir, program tetap jalan. Karena (peserta) yang hadir tadi sudah menginvestasikan waktunya. (Kami) menghargainya dengan cara tetap menjalankan,” ucapnya mantap.
Lambat laun, rasa baper itu hilang karena ia meyakini dan sadar, bahwa dirinya tidak bisa mengontrol orang lain dan setiap orang punya kesibukan masing-masing. Selain itu, ia kembali pada niat awal mendirikan Klub Literasi dengan tetap melaksanakan program tersebut.
Ia pun menuturkan bahwa program-program yang dibuat selama ini tetap ada pesertanya meskipun hanya satu.
Selanjutnya, untuk melaksanakan program klub harus fleksibel sesuai kondisi. Jika jumlah pesertanya banyak, program dibuat agak formal. Sedangkan pesertanya sedikit, maka program dikemas dengan santai.
Di balik dinamika itu, Mitri menemukan pola bukan jumlah peserta yang terpenting, melainkan kualitas tiap programnya.
Belajar Bersama, Bertumbuh Bersama
Menjalankan klub ini, Mitri merasa dirinya pun ikut bertumbuh. Setiap pertemuan dengan peserta menghadirkan sudut pandang baru, mengenal berbagai karakter, dan seolah-olah ia sedang berada di laboratorium kehidupan. “Bukan hanya mengajak teman-teman atau orang lain untuk bertumbuh dan berkembang melalui literasi, tapi ternyata saya sendiri juga ikut bertumbuh dan berkembang.” katanya dengan penuh keyakinan.
Bertemu orang-orang baru adalah hal ia sukai. Pasalnya, dirinya bisa belajar langsung dari teman-teman yang concern di berbagai bidang sehingga mendapatkan ilmu baru yang belum pernah ia ketahui.
Ia pun berharap pada kawan literasi yang sudah mengikuti program-program Klub Literasi Cilacap untuk sadar di setiap pengambilan keputusan. Jika seseorang mempunyai landasan dengan literasi, seseorang tersebut akan memiliki pendirian.
“Karena pada akhirnya kita akan menjalani hidupnya masing-masing. Menurut saya, kemampuan literasi ini akan berguna sebagai bekal kesadaran agar diri tidak mudah goyah untuk membandingkannya dengan jalan hidup orang lain. Bahkan dengan jalan hidup anggota keluarga sekalipun.” ungkapnya.
Pesan untuk Para Pembaca
Di akhir perbincangan, Mitri menitipkan pesan sederhana namun kuat. “Teruslah membaca. Membaca bukanlah tindak kriminal. Karena di dalam membaca ada proses, dan proses itulah yang akan mengajarkan kita untuk belajar menjadi manusia seutuhnya.” pungkas Mitri.
Dengan semangat itu, Klub Literasi Cilacap terus menapaki jalannya—menjadi ruang kecil yang merawat kesadaran bahwa hidup bukanlah perlombaan instan, melainkan perjalanan penuh proses.